Pages

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 11 Mei 2008

Guru dan Calon Guru

oleh Ahmad Shofi

Perasaan campur aduk. Ya, itulah yang dialami para cagur (calon guru) ketika kali pertama memasuki sekolah. Cemas, khawatir, takut, sedih, senang, gemetar, dan lain-lain seakan jadi satu. Hati pun ikut bergetar, karena kerinduan memakai seragam terekam dalam pikiran. Tentunya, masih segar dalam ingatan memori masa silam. Suatu kenangan abadi yang tak mungkin mereka dapatkan kembali.

Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah. Lirik lagu milik Koes Ploes ini yang menjadi salah satu penyebabnya. Sekarang, para cagur akan menjalani tugas barunya. Tugas menularkan ilmu kepada anak didik. Tugas mulia menjadi Oemar Bakrie.

Mulanya memang agak aneh. Biasanya, mereka (cagur, Red) hanya duduk manis, guru yang bicara. Kini, keadaan justru berbalik. Layaknya seorang penyanyi. Selain harus melantunkan suara yang merdu, dirinya dituntut mampu menguasai panggung dan menetralisir keadaan penonton. Hal yang sama juga dialami para cagur. Selain harus menyampaikan materi dengan baik, mereka dituntut mampu menciptakan lingkungan belajar yang positif, aman, santai, dan mengggembirakan.

Tugas berat diemban oleh para cagur. Mereka yang sudah mempersiapkan diri dengan matang dan ingin serius mengabdi mungkin perasaannya senang bukan kepalang. Tetapi, mereka yang kurang persiapan menganggap tugas tersebut sebagai tekanan.

Yap, tekanan para cagur lebih hebat daripada guru yang sesungguhnya. Para cagur tidak boleh bermalas-malasan. Terkadang, mereka harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) semalam suntuk sebelum mengajar. Selain itu, mereka harus bisa memilih metode, teknik, dan media yang harus diterapkan dalam pembelajaran, yang dirasa sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. Kegiatan tersebut akan terus menerus dilakukannya sebelum tampil dihadapan siswa. Dengan keadaan seperti itu, banyak sekali ide-ide brilian yang biasanya muncul dalam benak para cagur.

Sebagai seorang cagur, mereka harus menghilangkan perasaan tertekan dalam melakukan prepare sebelum mengajar. Pepatah Jawa mengatakan, Waiting trisno jalaran soko kulino. Jika perasaan cinta atau senang untuk melakukan persiapan sebelum tempur (mengajar) dapat muncul, maka hal tersebut akan menjadi kebiasaan. Modal itu sangat berguna bagi mereka kelak di kemudian hari.

Siswa pun merasa diuntungkan dan senang terhadap sikap calon guru tersebut. Terkadang, siswa lebih nyantol diterangkan oleh para cagur daripada guru yang sebenarnya. Mengapa demikian? Banyak sekali peneyebabnya.

Pertama, siswa merasa lebih dekat dengan cagur karena usia mereka tidak terlampau jauh. Secara psikologi, mereka akan cepat akrab dan mudah untuk beradaptasi. Mereka bisa sharing kapan pun. Selain itu, para cagur menganggap siswa sebagai partner belajar dan kawan yang baik, bukan kertas halus yang bisa dicorat-coret seenaknya.

Kedua, media yang digunakan para cagur lebih variatif. Penggunaan power point sebagai salah satu alat bantu merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang digunakan oleh cagur. Selain menggunakan media yang berbau teknologi, para cagur mempunyai alternatif media-media lain, bahkan lebih sederhana. Para cagur selalu mengupayakan adanya media pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Siswa pun tidak cepat merasa bosan.

Ketiga, cagur akan melakukan persiapan yang matang. Dia akan memikirkan RPP sebelum mengajar. Bukankah setiap guru harus membuat RPP sebelum mengajar? Tidak hanya itu, mereka diharapkan dapat menciptakan kondisi yang baik, yang memungkinkan setiap peserta didik mampu mengembangkan kreativitasnya. Guru berperan besar dalam hal itu. Peran tersebut didasari oleh kekuatan konsep dan kekuatan mengembangkan strategi pembelajarannya.

Keempat, cagur mempunyai lebih banyak referensi buku. Apa dasarnya? ”perasaan takut salah” Yap, itulah salah satu alasannya. Namun, hal tersebut membuat cagur termotivasi. Dirinya dituntut untuk lebih banyak membaca.

Beberapa alasan di atas bukan asal tulis, melainkan dari hasil pengalaman yang ada. Terbukti, tangis haru selalu mengiringi kepergian cagur. Para siswa seakan tidak rela melihat guru kesayangannya meninggalkan sekolah tercinta. Entah kebetulan atau tidak, kejadian seperti ini pasti akan terjadi di sekolah manapun.

Siswa merasa berat ditinggalkan calon guru. Tidak ada lagi tempat bersandar bagi siswa. Selama ini, siswa menganggap cagur sebagai teman diskusi sekaligus kakak. Mereka sudah telanjur suka cara mengajar cagur. Dari segi ilmu dan pengalaman mengajar, dirinya (cagur, Red) mungkin kalah dengan guru asli. Namun, mereka lebih kreatif dan variatif dalam menyiapkan strategi maupun media pembelajaran.

*Coretan ini dibuat berdasarkan pengalaman ketika menempuh PPL (program pengalaman lapangan) yang dilakukan penulis beserta teman-teman.